Rabu, 22 September 2010
BUMN TAIWAN RELOKASI KILANG KE KAB.KEPULAUAN SELAYAR
BUMN TAIWAN RELOKASI KILANG KE KAB.KEPULAUAN SELAYAR
Jakarta – Chinese Petroleum Corporation (CPO, badan usaha milik negara (BUMN) asal Taiwan, berencana merelokasi kilang minyak dari Kao-shiung, Taiwan, ke Indonesia. Dana yang dibutuhkan untuk memuluskan proyek ini sekitar USS 3-6 miliar.
Relokasi kilang perusahaan Taiwan menambah panjang daftar perusahaan asing yang merelokasi pabrik ke Indonesia. Sebelumnya, 37 investor asing akan memindahkan pabrik atau fasilitas produksinya ke Indonesia dengan nilai investasi Rp 5,2 triliun. Mereka berasal dari lima sektor industri manufaktur, yakni garmen, elektronik, sepatu, baja, dan penyamakan kulit
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengatakan, seluruh proses pemindahan kilang ke Indonesia akan ditanggung CPC. “Mereka merelokasi kilang mi-nyaknya karena memang sudah tidak digunakan lagi di negaranya,” ujar Gita di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Gita, pemerintah akan segera menyambangi Taiwan untuk merespons tawaran CPC tersebut. Namun, Gita belum dapat memastikan kapan relokasi kilang akan direalisasikan. Sejauh ini, tandas dia, pihak CPC masih melakukan studi mendalam tentang rencana tersebut
Berdasarkan penelusuran Investor Daily, CPC berencana memindahkan kilang minyaknya ke Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Relokasi direncanakan akhir tahun ini dan mulai berproduksi pada 2011. Pembangunan kilang CPC diharapkan bisa cepat rampung karena hanya memindahkan material yang sudah ada untuk kemudian dibangun kembali di Selayar.
Pemkab Selayar menawarkan wilayah utara Pulau Selayar seluas 1.000 hektare (ha) sebagai lokasi pembangunan kilang. Untuk tahun pertama, kapasitas kilangditargetkan mencapai 100 ribu barel perhari (bph). Selanjutnya, kapasitas ditargetkan mencapai 220 ribu bph, setara dengan kapasitas kilang CPC di Taiwan.
CPC nantinya melakukan pemurnian minyak mentah dari Arab Saudi dan beberapa perusahaan pengeboran minyak lainnya. Hasil pengolahan minyak akan dikirim ke Taiwan. Namun, tidak tertutup kemungkinan minyak juga akan dipasok ke pasar Indonesia.
Gita mengatakan, relokasi ki-lang ini di luar investasi pembangunan kilang Balongan, Jawa Barat dan Bojonegara, Banten. Pembangunan kilang Balongan akan dilakukan PT Pertamina dengan Kuwait Petroleum Corporation (KPC). Proyek ini menelan dana sekitar US$ 8-9 miliar dan memiliki kapasitas terpasang 300 bph. Konstruksi akan dimulai pada kuartal 1-2011.
Sedangkan Kilang Bojonegara akan digarap oleh Pertamina, NIORD (Iran), Petrofield Malaysia, dan Chandra Asri yang mengincar 20-25% saham. Pembangunan Kilang Bojonegara ditaksir membutuhkan dana US$ 7 miliar dengan kapasitas 300 bph.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, nota kesepahaman (MoU) sudah ditandatangani antara Pertamina dan KPC di Kuwait. Walau begitu, kedua belah pihak harus melakukan studi kelayakan {feasibility stu-dies/FS) terlebih dahulu selama kurang lebih enam bulan.
Gita Wirjawan menambahkan, selain relokasi kilang minyak, Taiwan juga menyatakan niatnya untuk berinvestasi di sektor elektronika dan alas kaki. Minat ini sampaikan oleh delegasi bisnis Taiwan ketika bertemu BKPM beberapa waktu lalu.
Dalam kunjungannya, pebisnis Taiwan meminta pemerintah menyediakan lahan seluas 100 hektare (ha) untuk keperluan investasi manufaktur. Rencananya, arus modal dari Taiwan akan mulai masuk pada 2011.
Relokasi Manufaktur
Sementara itu, minat asing untuk merelokasi pabrik ke Indonesia semakin besar. Sekitar 31 perusahaan Tiongkok bakal memindahkan pusat produksi ke Indonesia. Selain itu, terdapat tiga perusahaan Taiwan yang akan memindahkan pabrik, disusul Vietnam dan Jepang masing-masing satu perusahaan.
Salah satu perusahaan skala globalyang akan merelokasi pabriknya adalah Panasonic Corp yang berencana memindahkan pabrik audio digital dari Tiongkok ke Indonesia dan pabrik lampu hemat energi (LHE) dari Jepang.
Dengan adanya relokasi itu, Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawadi menilai, Indonesia makin diperhitungkan dalam rantai produksi global pascakrisis finansial dunia. “Investor asing, terutama di sektor manufaktur, melihat Indonesia menuju kekuatan ekonomi yang berkelanjutan di kawasan Asia. Apalagi, negara kompetitor kita, antara lain Thailand dan Filipina, diterjang masalah instabilitas politik,” papar dia.
Sejalan dengan itu, pemerintah diminta memperbaiki infrastruktur penunjang industri manufaktur. Dengan kondisi kemacetan jalan yang bertambah parah, kongesti di pelabuhan, serta pasokan listrik terbatas, investor asing cenderung menahan atau bahkan menunda rencana investasi di In-donesia.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha In-donesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai karut-marut infrastruktur menjadi momok menakutkan yang menghambat investasi masuk ke Indonesia. Namun, sejauh ini pemerintah belum dapat menyelesaikan masalah klasik tersebut “Semua upaya pemerintah baru sebatas janji semata. Tidak ada kemajuan berarti di sektor infrastruktur. Akibatnya, banyak investasi asing yang terpaksa ditunda,” ujar Sofjan.
Dalam pandangan dia, pembangunan infrastruktur tidak dapat diserahkan ke swasta, mengingat masalah perizinan merupakan wewenang pemerintah. Seiring dengan itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bergerak cepat membenahi kekacauan infrastruktur nasional.
Jika pemerintah mampu membenahi infrastruktur, Sofjan menilai, arus investasi asing dapat lebih gencar masuk. Nilainya, kata dia, dapat lebih dari US$ 10 miliar. “Kekurangan kita dibanding negara lain adalah infrastruktur yang buruk. Ini harus segera dibenahi,” tutur dia.Oleh SanusiSumber: Investor Daily, 15 Sep 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar